Aksesibilitas Wisata: Upaya Meningkatkan Fasilitas untuk Difabel

Pariwisata adalah hak setiap warga negara, termasuk penyandang disabilitas (difabel). Konsep Aksesibilitas Wisata berlandaskan pada prinsip inklusivitas, memastikan bahwa setiap destinasi, fasilitas, dan layanan dapat diakses dan dinikmati tanpa hambatan oleh siapa pun, terlepas dari kondisi fisik mereka. Sayangnya, banyak destinasi wisata di Indonesia yang masih belum ramah disabilitas, mulai dari ketiadaan ramp dan toilet khusus hingga minimnya informasi dalam format Braille. Upaya meningkatkan Aksesibilitas Wisata kini menjadi fokus penting bagi pemerintah dan pengelola destinasi, tidak hanya sebagai bentuk kepatuhan terhadap undang-undang, tetapi juga sebagai strategi untuk memperluas pasar wisata.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) telah mencanangkan program “Indonesia Ramah Difabel 2027”. Program ini menargetkan 5 Destinasi Super Prioritas (DSP) wajib memiliki standar Aksesibilitas Wisata internasional. Standar ini mencakup penyediaan jalur khusus yang mulus untuk pengguna kursi roda, guiding block untuk tunanetra, serta signage dalam huruf Braille. Untuk menjamin kepatuhan, Badan Standardisasi Nasional (BSN) pada 1 November 2025 merilis Standar Nasional Indonesia (SNI) terbaru untuk fasilitas publik di tempat wisata, yang mewajibkan rasio ramp minimal 1:12 dan ketersediaan 1 toilet difabel untuk setiap 10 toilet umum.

Implementasi Aksesibilitas Wisata memerlukan pelatihan sumber daya manusia (SDM) yang masif. Para staf dan petugas di destinasi wisata, mulai dari tour guide hingga petugas keamanan, harus mampu memberikan pelayanan yang sensitif dan tepat kepada difabel. Pusat Pelatihan Pariwisata dan Hospitality telah melatih 800 petugas dan relawan di 3 kawasan wisata budaya, seperti kompleks candi dan museum, yang mencakup pelatihan bahasa isyarat dasar dan teknik pendampingan yang aman. Pelatihan ini diadakan setiap hari Kamis dan Jumat di setiap akhir bulan.

Selain infrastruktur fisik, aspek digital juga ditingkatkan. Aplikasi resmi pariwisata kini diwajibkan memiliki fitur aksesibilitas seperti voice-over untuk pengguna tunanetra dan kontras warna yang tinggi. Dengan adanya komitmen regulasi, investasi infrastruktur yang tepat (seperti lift dan ramp di stasiun dan terminal wisata), serta peningkatan kualitas SDM, Indonesia optimis dapat menjadi destinasi inklusif yang terbuka bagi semua kalangan wisatawan.

Theme: Overlay by Kaira Extra Text
Cape Town, South Africa

journal.pafibungokab.org

learn.pafipemkotkerinci.org

news.pafipemkotpalopo.org